MORE THAN WORDS
“Aku mencintaimu.” Kata-kata itu terlihat sederhana tapi
bermakna. Aku sangat menyukai seorang pria yang bisa mengucapkan kalimat
itu dengan ketulusan hatinya. Tapi aku lebih menyukai pria yang dengan
segenap hatinya rela melakukan apapun untuk melindungi wanitanya. Bukan
hanya dibibir, melainkan dengan perbuatan. Ini fakta. Semua perempuan
tidak hanya memerlukan sebuah kalimat untuk menerima seorang pria
sebagai belahan jiwanya. Namun, wanita memerlukan pembuktian rasa dengan
sebuah perbuatan.
Ya, termasuk aku. Aku lebih menyukai pria yang
mengutamakan bukti, bukan hanya janji. Itu yang kusuka dari seorang
Jeremmy Kim. Pria keturunan Korea-Amerika yang kini menjadi teman
spesialku. Bukan. Bukan hanya teman, tapi dia sudah menjadi kekasihku
sejak 2 tahun lalu. Kita sama-sama keturunan orang-orang bermata sipit
–Korea. Namun, aku dan dia dibesarkan di negeri Paman Sam ini.
Bukan sebuah pertemuan singkat ataupun love in first sight
yang menyatukan kami. Aku dan dia memerlukan waktu yang cukup lama
untuk menjalin hubungan ini. Dulu, ia adalah sahabatku. Sejak kecil aku
dan dia memang sudah saling mengenal. Mengingat asal kita yang sama,
serta tali pertemanan kedua orang tua kita. Ya, dulu kita hanya sahabat.
Namun sekarang, ikatan cinta itu bukan sebuah ikatan dari seorang
sahabat, melainkan dari pria ke wanitanya sebagai wujud bahwa kita
adalah manusia normal. Siapa yang tahu jika aku dan dia akan bersama
menjadi sepasang kekasih.
“Kapan kita akan bertemu,Darl?” ucapku pada kekasihku. Kami tengah berbincang lewat sebuah sambungan telepon.
“Aku pulang sekitar dua hari lagi. Kau harus memastikan dirimu untuk menjemputku di bandara.” Ujarnya sepihak.
“Ehmm.. Baiklah. Akan ku usahakan untuk menjemputmu.
Jaga dirimu baik-baik. Aku tak mau kau menemuiku dengan keadaan kurus.”
Pesanku padanya.
“Tentu saja! Baiklah, aku ada pekerjaan. Nanti, ku
telepon lagi. Love you..” ujarnya. Ia masih belum memutuskan sambungan
teleponnya. Itu pertanda, ia menunggu reaksiku.
“Jangan hanya berkata, aku butuh bukti kalau kau benar-benar mencintaiku.” Ucapku dengan nada meremehkan.
“Akan kubuktikan setelah aku kembali ke Amerika.” BIP. Ia mematikan teleponnya.
Seketika kedua sudut bibirku tertarik ke atas membentuk
sebuah senyuman. Aku bahagia. Ia akan pulang dua hari lagi. Tiga bulan
tak bertemu dengannya, tentu membuat penyakit rinduku ini semakin akut.
Apa aku terlalu berlebihan? Tapi itu semua wajar menurutku. Aku
mempunyai rasa yang sangat besar padanya. Tuhan sudah menyatukan kita.
Apa ini sebuah takdir? Entahlah!
******
More than words is all you have to do to make it real
Then you wouldn’t have to say that you love me
Cause I’d already know
What would you do if my heart was torn in two
More than words to show you feel
That your love for me is real
What would you say if I took those words away
Then you couldn’t make things new
Just by saying I love you
Dengan berbalut sebuah dress selutut tanpa lengan yang
disertai sebuah blazer putih, aku melangkahkan kakiku yang kini tengah
ditopang oleh sebuah high heels berwarna coklat yang senada
dengan warna dressku, aku menyusuri bandara ini. Sedari tadi aku
mengedarkan pandanganku untuk mencari sosok yang kurindukan selama ini.
Mata sipitku seketika menangkap sosok itu.Ia, Jeremmy Kim
sedang berjalan dengan sebuah kacamata hitam yang bertengger manis di
wajahnya serta koper yang menghiasi tangan kirinya. Sebuah senyuman
lebar kini kuberikan padanya yang juga tengah menatapku dari jarak yang
bisa dibilang lumayan jauh. Aku melambaikan tanganku padanya, sesaat
setelah itu aku sudah bisa melihatnya dari jarak pandang yang sangat
dekat. Dia dihadapanku sekarang. Tak butuh waktu lama untukku berada
dipelukannya sekarang. Aku dapat mencium kembali aroma khas dari
tubuhnya, yang sudah lama tak kuhirup.
Begitu lama kami berpelukan, hingga aku yang terlebih
dulu melepaskannya. Aku sudah kehabisan oksigen. Mungkin aku bisa sesak
napas jika terlalu lama berada dalam dekapannya. Bukan. Sebenarnya aku
sangat nyaman saat berada dalam pelukannya, hanya saja kita tengah
berada di tempat umum sekarang. Aku tak mau menjadi tontonan gratis
semua penghuni bandara ini.
“Kau tak menepati janjimu. Kau terlihat kurus.” Ucapku membuka pembicaraan.
“Bagaimana mungkin? Aku selalu makan dengan baik. Jadi, aku
tak mungkin terlihat kurus.” Sanggahnya. Kubuka kacamata hitamnya yang
sedari tadi menghalangiku untuk melihat mata indahnya.
“Lihat, kau mempunyai kantung mata sebesar itu. Kau pasti
jarang tidur. Selama di Korea, kau tidur berapa jam sehari?” tanyaku
menyelidik.
“Ya, memang ku akui, selama di Korea aku selalu pulang kerja
larut malam. Dan itu menyita waktu tidurku.” Akhirnya ia mengaku juga.
“Uhh.. Kau sudah mengingkari janjimu untuk hidup dengan baik selama tak bersamaku. Apa aku harus menjadi baby sitter-mu agar kau bisa menjadi manusia yang sehat?” ucapku sedikit mengalihkan pandanganku ke arah lain.
“Hey, itu tak penting untukku. Meskipun aku kurus atau tak
punya waktu tidur sekalipun aku rela, asal waktu itu kuhabiskan untuk
memikirkanmu. Kau tahu, aku selalu tidur menjelang pagi karena aku sibuk
memandang fotomu untuk menghilangkan rasa rinduku.” Lagi-lagi ia
mengatakannya. Tak perlu kau katakan, aku sudah tahu jika hal itu akan
kau lakukan. Dengan kau berkata seperti ini, dapat kupastikan kadar
cintaku makin bertambah untukmu. Mungkin jika cintaku ini ada wadahnya,
wadah itu tak akan cukup untuk menampungnya.
“Sudahlah! Sekarang,ayo kita pulang. Kau pasti sangat lelah.
Dan kau butuh banyak waktu untuk istirahat dan menormalkan keadaan
matamu itu.” kugandeng tangannya dan segera menuju pintu keluar bandara.
Dalam hati aku sangat senang, ia kembali lagi ke Amerika. Jadi, aku tak
perlu repot-repot menyalakan laptop jika ingin melihat wajahnya melalui
skype.
******
More than words
Now I’ve tried to talk to you and make you understand
All you have to do is close your eyes
And just reach out your hands and touch me
Hold me close don’t ever let me go
More than words is all I ever needed you to show
Then you wouldn’t have to say that you love me
Cause I’d already know
Aku tengah duduk disebuah sofa panjang berwarna putih
yang berada tepat di ruangan tengah rumahnya. Dengan majalah ditanganku,
aku menunggunya untuk keluar dari kamarnya setelah membersihkan diri.
Sedikit bosan memang, karena hanya satu majalah yang ada di ruangan itu.
Dan itupun majalah untuk para pebisnis.
Ku alihkan tanganku untuk menyentuh remote tv dan segera menyalakannya. Hanya menganti-ganti channel tanpa
ada sebuah acara yang menarik mataku untuk melihatnya. Sampai akhirnya
aku mendengar suara tapakan kaki yang tengah menuruni anak tangga. Itu
dia. Tanpa melihatpun, aku sudah mengenalnya. Aroma parfumnya seakan
sudah menempel di indera penciumanku. Aku menoleh padanya. Dengan kaos
oblong coklat dan celana santai selutut, ia menghampiriku. Tak lupa
sebuah bingkisan ditangan kanannya.
“Ini untukmu, Bee!” ia menyerahkan bingkisan tadi ke
arahku. Aku mengernyitkan kedua alisku, tanda tak mengerti. “Bukalah!
Aku yakin kau menyukainya.”
Kubuka bingkisan tersebut. Seketika mulutku menganga saat
tahu isinya. Ini adalah album ke-6 dari boyband Korea favoritku, Super
Junior. Aku sudah mencari album ini sejak 5 bulan yang lalu. Semua toko
CD online, sudah ku jelajahi. Namun, selalu saja stok habis.
Dan sekarang, kekasihku membawakannya untukku. Apa yang harus ku
rasakan? Tentu saja bahagia. Aku mendapat barang yang selama ini aku
cari. Mengingat, di Amerika tak akan ada album tersebut.
“Terimakasih,Darl ! Aku menyukainya. Sangat menyukainya.” Kupeluk lembut tangannya sebagai ucapan terimakasihku.
“Aku sudah tahu jika kau akan menyukai pemberianku.” Ucapnya.
Lalu, kurasakan ia tidur dipangkuanku. Ku elus lembut rambutnya itu.
“Kau lelah?” tanyaku. Ia hanya mengangguk sambil memejamkan mata dan menggenggam erat tanganku.
“Biarkan seperti ini sebentar saja. Aku sangat merindukanmu.” Ia semakin erat menggengam tanganku.
‘Aku juga merindukanmu, Darl !’ batinku.
Setelah selama 30 menit kita berada diposisi seperti ini,
kurasakan pegal mendera kakiku. Ku kira saat melihatnya yang semakin
kurus, bisa membuatnya tak berat lagi. Tapi tetap saja, ia sangat berat.
Lalu, ku sentuh lembut bahunya untuk membangunkannya yang tengah
terlelap. Ia membuka matanya perlahan dan pertama kali yang kulihat
adalah senyum manisnya. Ia sangat manis dengan wajah polosnya saat
bangun tidur.
“Kenapa kau membangunkanku? Aku masih sangat mengantuk.” Ucapnya dengan kembali memejamkan kedua matanya.
“Kakiku pegal. Kalau kau lelah, lebih baik kau istirahat di
kamarmu. Aku akan pulang, dan kembali lagi kesini besok.” Ucapku dengan
mencubit pipinya lembut. Dan itu membuatnya keposisi duduk di
sampingku.
“Baiklah baiklah! Ehmm.. Bee..” ia menggantungkan kalimatnya.
“Hemm?” ku respon perkataannya dengan nada penasaran.
“Aku mencintaimu.” ucapnya dengan mata sendu dan bibir yang tersenyum merekah.
“Aku tahu itu. Dan aku juga mencintaimu.” jawabku seraya
mengelus kedua pipinya. “Aku pulang dulu. Kau harus beristirahat dengan
baik.” Lanjutku dan segera melangkahkan kakiku untuk meninggalkan pintu
rumahnya.
*******
What would you do if my heart was torn in two
More than words to show you feel
That your love for me is real
What would you say if I took those words away
Than you couldn’t make things new
Just by saying I love you
More than words
Disini aku sekarang. Terduduk di sebuah bangku café
yang menjadi saksi bisu perjalanan cintaku dengan seorang Jeremmy Kim.
Dengan sebuah Moccalatte hangat didepanku, aku menunggunya. Aku menunggu
dia yang mengajakku untuk menemuinya malam ini. Setelah 15 menit
menunggu, mataku menangkap siluet tubuhnya.
Dengan kemeja biru yang dibalut jas berwarna hitam,
ia berjalan menghampiriku. Sudah 2 tahun lebih aku barsamanya, dan
setiap hari melihat wajahnya. Namun, tak kutemukan perubahan sedikitpun.
Wajahnya masih sama seperti dua tahun yang lalu, saat ia pertama kali
mengatakan “I love you.” padaku. Ia masih tampan seperti dulu. Dan tentu saja, itu membuatku semakin mengaguminya.
“Kau sudah lama menungguku?” sapanya dan sedetik kemudian ia mengecup pipiku singkat.
“Tak ada kata lama untuk menunggumu. Selama apapun, aku akan tetap menunggumu.”jawabku lembut.
“Hey, sejak kapan kau menjadi romantis seperti ini?
Kata-katamu sangat membuatku tersanjung.” Nada bicaranya seperti
mengejekku.
“Kau tak usah mengejekku.” Aku mengerucutkan bibirku kesal. Ia sungguh membuatku sebal sekaligus malu.
“Hahaha.. Sudahlah, aku sedang tak ingin bercanda malam ini.” ujarnya dengan memberhentikan tertawanya.
“Kau yang memulai.” Sahutku.
“Baiklah! Aku meminta maaf. Ehhmm,, Bee, ada yang ingin
ku katakan padamu.” Kini ia berbicara dengan nada yang serius. Aku
menatapnya seolah-olah sedang meminta kelanjutan kalimatnya.
Kemudian, ia berjongkok menghadapku. Aku terlonjak kaget
saat melihatnya bertingkah seperti itu. Apa yang akan ia lakukan? Apa ia
ingin meminta maaf tentang kejadian tadi dengan berlutut seperti ini?
Itu tak perlu kau lakukan. Aku sudah memaafkanmu.
“Would you marry me?” ucapnya yang sontak
membuatku membelalakkan kedua bola mataku. Ia mengeluarkan sebuah kotak
kecil dari saku celananya. Cincin. Itu adalah cincin.
“Saat di Korea, aku sudah meminta ijin pada orang tuamu,
dan mereka menyetujui. Sekarang, aku sedang meminta ijin padamu untuk
menjadi pendampingku seumur hidup. Aku ingin menjadikanmu sebagai
sandaranku saatku lelah, sebagai penghiburku saatku terluka, dan sebagai
penyemangatku saatku terpuruk. Aku ingin kau menjadi satu-satunya orang
yang menyinggahi istana hatiku. Kau mau?” seketika air mataku menetes
saat mendengar pernyataannya. Ini sungguh hal paling menyenangkan dalam
sejarah hidupku. Aku tak bisa berkata-kata. Kurasakan ia menggenggam
tanganku.
“Jeanna Lee, would you marry me?” pintanya sekali lagi.
“Aku mau! Aku mau menjadi sandaranmu saat kau lelah, aku
mau menjadi penghiburmu saat kau terluka, aku mau menjadi penyemangatmu
saat kau terpuruk, dan aku mau menjadi satu-satunya orang yang
menyinggahi istana hatimu. Aku mau!” ku titah dia untuk berdiri.
Dengan sigap ia merengkuhku dalam dekapannya. Hangat. Itulah
yang kurasakan saat berada di dalam pelukannya. Setelah kita rasa puas
dengan pelukan ini, kita melepasnya. Dan, dengan segera ia memakaikan
cincin itu ke jari manisku. Aku dibuat bahagia oleh semua perlakuannya.
Aku bahagia dengan semua ini. Aku bahagia karena memilikinya.
Tak cukup dengan sebuah kata untuk mengungkapkan rasa cintaku
padamu. Bahkan, jutaan kata pun tak akan bisa menunjukkan besarnya cinta
ini. Terima kasih untuk cinta yang kau berikan padaku. Ijinkan aku
selalu menjaga cinta ini dan menjadikannya yang terakhir untukku. –Jeanna Lee-
FIN
Yeyeyeyey.. Alhamdulillah selesai juga. Maaf yah kalau banyak
kata-kata yang masih salah. Saya hanya penulis amatir. Jadi, mohon
dimaklumi.
Saya tak berhenti untuk mengingatkan, JANGAN COPAS KARYA ORANG
SEMBARANGAN . APALAGI SAMPAI MENJADI PLAGIATOR. KARENA CERITA INI MURNI
DARI OTAK SAYA. Maaf untuk yang dapet tag gratis dariku.
RCL please…..
by : Sisilia kartika P S
Tidak ada komentar:
Posting Komentar