Rabu, 21 November 2012

CERPEN CINTA MENYENTUH HATI

MORE THAN WORDS

“Aku mencintaimu.” Kata-kata itu terlihat sederhana tapi bermakna. Aku sangat menyukai seorang pria yang bisa mengucapkan kalimat itu dengan ketulusan hatinya. Tapi aku lebih menyukai pria yang dengan segenap hatinya rela melakukan apapun untuk melindungi wanitanya. Bukan hanya dibibir, melainkan dengan perbuatan. Ini fakta. Semua perempuan tidak hanya memerlukan sebuah kalimat untuk menerima seorang pria sebagai belahan jiwanya. Namun, wanita memerlukan pembuktian rasa dengan sebuah perbuatan.

              Ya, termasuk aku. Aku lebih menyukai pria yang mengutamakan bukti, bukan hanya janji. Itu yang kusuka dari seorang Jeremmy Kim. Pria keturunan Korea-Amerika yang kini menjadi teman spesialku. Bukan. Bukan hanya teman, tapi dia sudah menjadi kekasihku sejak 2 tahun lalu. Kita sama-sama keturunan orang-orang bermata sipit –Korea. Namun, aku dan dia dibesarkan di negeri Paman Sam ini.
               Bukan sebuah pertemuan singkat ataupun love in first sight yang menyatukan kami. Aku dan dia memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjalin hubungan ini. Dulu, ia adalah sahabatku. Sejak kecil aku dan dia memang sudah saling mengenal. Mengingat asal kita yang sama, serta tali pertemanan kedua orang tua kita. Ya, dulu kita hanya sahabat. Namun sekarang, ikatan cinta itu bukan sebuah ikatan dari seorang sahabat, melainkan dari pria ke wanitanya sebagai wujud bahwa kita adalah manusia normal. Siapa yang tahu jika aku dan dia akan bersama menjadi sepasang kekasih.

              “Kapan kita akan bertemu,Darl?” ucapku pada kekasihku. Kami tengah berbincang lewat sebuah sambungan telepon.
             “Aku pulang sekitar dua hari lagi. Kau harus memastikan dirimu untuk menjemputku di bandara.” Ujarnya sepihak.
             “Ehmm.. Baiklah. Akan ku usahakan untuk menjemputmu. Jaga dirimu baik-baik. Aku tak mau kau menemuiku dengan keadaan kurus.” Pesanku padanya.
            “Tentu saja! Baiklah, aku ada pekerjaan. Nanti, ku telepon lagi. Love you..” ujarnya. Ia masih belum memutuskan sambungan teleponnya. Itu pertanda, ia menunggu reaksiku.
            “Jangan hanya berkata, aku butuh bukti kalau kau benar-benar mencintaiku.” Ucapku dengan nada meremehkan.
            “Akan kubuktikan setelah aku kembali ke Amerika.” BIP. Ia mematikan teleponnya.

            Seketika kedua sudut bibirku tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman. Aku bahagia. Ia akan pulang dua hari lagi. Tiga bulan tak bertemu dengannya, tentu membuat penyakit rinduku ini semakin akut. Apa aku terlalu berlebihan? Tapi itu semua wajar menurutku. Aku mempunyai rasa yang sangat besar padanya. Tuhan sudah menyatukan kita. Apa ini sebuah takdir? Entahlah!

******
More than words is all you have to do to make it real
Then you wouldn’t have to say that you love me
Cause I’d already know
What would you do if my heart was torn in two
More than words to show you feel
That your love for me is real
What would you say if I took those words away
Then you couldn’t make things new
Just by saying I love you

            Dengan berbalut sebuah dress selutut tanpa lengan yang disertai sebuah blazer putih, aku melangkahkan kakiku yang kini tengah ditopang oleh sebuah high heels berwarna coklat yang senada dengan warna dressku, aku menyusuri bandara ini. Sedari tadi aku mengedarkan pandanganku untuk mencari sosok yang kurindukan selama ini.
          Mata sipitku seketika menangkap sosok itu.Ia, Jeremmy Kim sedang berjalan dengan sebuah kacamata hitam yang bertengger manis di wajahnya serta koper yang menghiasi tangan kirinya. Sebuah senyuman lebar kini kuberikan padanya yang juga tengah menatapku dari jarak yang bisa dibilang lumayan jauh. Aku melambaikan tanganku padanya, sesaat setelah itu aku sudah bisa melihatnya dari jarak pandang yang sangat dekat. Dia dihadapanku sekarang. Tak butuh waktu lama untukku berada dipelukannya sekarang. Aku dapat mencium kembali aroma khas dari tubuhnya, yang sudah lama tak kuhirup.
            Begitu lama kami berpelukan, hingga aku yang terlebih dulu melepaskannya. Aku sudah kehabisan oksigen. Mungkin aku bisa sesak napas jika terlalu lama berada dalam dekapannya. Bukan. Sebenarnya aku sangat nyaman saat berada dalam pelukannya, hanya saja kita tengah berada di tempat umum sekarang. Aku tak mau menjadi tontonan gratis semua penghuni bandara ini.

           “Kau tak menepati janjimu. Kau terlihat kurus.” Ucapku membuka pembicaraan.
          “Bagaimana mungkin? Aku selalu makan dengan baik. Jadi, aku tak mungkin terlihat kurus.” Sanggahnya. Kubuka kacamata hitamnya yang sedari tadi menghalangiku untuk melihat mata indahnya.
         “Lihat, kau mempunyai kantung mata sebesar itu. Kau pasti jarang tidur. Selama di Korea, kau tidur berapa jam sehari?” tanyaku menyelidik.
         “Ya, memang ku akui, selama di Korea aku selalu pulang kerja larut malam. Dan itu menyita waktu tidurku.” Akhirnya ia mengaku juga.
         “Uhh.. Kau sudah mengingkari janjimu untuk hidup dengan baik selama tak bersamaku. Apa aku harus menjadi baby sitter-mu agar kau bisa menjadi manusia yang sehat?” ucapku sedikit mengalihkan pandanganku ke arah lain.
         “Hey, itu tak penting untukku. Meskipun aku kurus atau tak punya waktu tidur sekalipun aku rela, asal waktu itu kuhabiskan untuk memikirkanmu. Kau tahu, aku selalu tidur menjelang pagi karena aku sibuk memandang fotomu untuk menghilangkan rasa rinduku.” Lagi-lagi ia mengatakannya. Tak perlu kau katakan, aku sudah tahu jika hal itu akan kau lakukan. Dengan kau berkata seperti ini, dapat kupastikan kadar cintaku makin bertambah untukmu. Mungkin jika cintaku ini ada wadahnya, wadah itu tak akan cukup untuk menampungnya.
        “Sudahlah! Sekarang,ayo kita pulang. Kau pasti sangat lelah. Dan kau butuh banyak waktu untuk istirahat dan menormalkan keadaan matamu itu.” kugandeng tangannya dan segera menuju pintu keluar bandara. Dalam hati aku sangat senang, ia kembali lagi ke Amerika. Jadi, aku tak perlu repot-repot menyalakan laptop jika ingin melihat wajahnya melalui skype.

******

More than words
Now I’ve tried to talk to you and make you understand
All you have to do is close your eyes
And just reach out your hands and touch me
Hold me close don’t ever let me go
More than words is all I ever needed you to show
Then you wouldn’t have to say that you love me
Cause I’d already know


            Aku tengah duduk disebuah sofa panjang berwarna putih yang berada tepat di ruangan tengah rumahnya. Dengan majalah ditanganku, aku menunggunya untuk keluar dari kamarnya setelah membersihkan diri. Sedikit bosan memang, karena hanya satu majalah yang ada di ruangan itu. Dan itupun majalah untuk para pebisnis.
          Ku alihkan tanganku untuk menyentuh remote tv dan segera menyalakannya. Hanya menganti-ganti channel tanpa ada sebuah acara yang menarik mataku untuk melihatnya. Sampai akhirnya aku mendengar suara tapakan kaki yang tengah menuruni anak tangga. Itu dia. Tanpa melihatpun, aku sudah mengenalnya. Aroma parfumnya seakan sudah menempel di indera penciumanku. Aku menoleh padanya. Dengan kaos oblong coklat dan celana santai selutut, ia menghampiriku. Tak lupa sebuah bingkisan ditangan kanannya.

        “Ini untukmu, Bee!” ia menyerahkan bingkisan tadi ke arahku. Aku mengernyitkan kedua alisku, tanda tak mengerti. “Bukalah! Aku yakin kau menyukainya.”

          Kubuka bingkisan tersebut. Seketika mulutku menganga saat tahu isinya. Ini adalah album ke-6 dari boyband Korea favoritku, Super Junior. Aku sudah mencari album ini sejak 5 bulan yang lalu. Semua toko CD online, sudah ku jelajahi. Namun, selalu saja stok habis. Dan sekarang, kekasihku membawakannya untukku. Apa yang harus ku rasakan? Tentu saja bahagia. Aku mendapat barang yang selama ini aku cari. Mengingat, di Amerika tak akan ada album tersebut.

        “Terimakasih,Darl ! Aku menyukainya. Sangat menyukainya.” Kupeluk lembut tangannya sebagai ucapan terimakasihku.
        “Aku sudah tahu jika kau akan menyukai pemberianku.” Ucapnya. Lalu, kurasakan ia tidur dipangkuanku. Ku elus lembut rambutnya itu.
       “Kau lelah?” tanyaku. Ia hanya mengangguk sambil memejamkan mata dan menggenggam erat tanganku.
      “Biarkan seperti ini sebentar saja. Aku sangat merindukanmu.” Ia semakin erat menggengam tanganku.
     ‘Aku juga merindukanmu, Darl !’ batinku.

            Setelah selama 30 menit kita berada diposisi seperti ini, kurasakan pegal mendera kakiku. Ku kira saat melihatnya yang semakin kurus, bisa membuatnya tak berat lagi. Tapi tetap saja, ia sangat berat. Lalu, ku sentuh lembut bahunya untuk membangunkannya yang tengah terlelap. Ia membuka matanya perlahan dan pertama kali yang kulihat adalah senyum manisnya. Ia sangat manis dengan wajah polosnya saat bangun tidur.

           “Kenapa kau membangunkanku? Aku masih sangat mengantuk.” Ucapnya dengan kembali memejamkan kedua matanya.
          “Kakiku pegal. Kalau kau lelah, lebih baik kau istirahat di kamarmu. Aku akan pulang, dan kembali lagi kesini besok.” Ucapku dengan mencubit pipinya lembut. Dan itu membuatnya keposisi duduk di sampingku.
          “Baiklah baiklah! Ehmm.. Bee..” ia menggantungkan kalimatnya.
            “Hemm?” ku respon perkataannya dengan nada penasaran.
           “Aku mencintaimu.” ucapnya dengan mata sendu dan bibir yang tersenyum merekah.
           “Aku tahu itu. Dan aku juga mencintaimu.” jawabku seraya mengelus kedua pipinya. “Aku pulang dulu. Kau harus beristirahat dengan baik.” Lanjutku dan segera melangkahkan kakiku untuk meninggalkan pintu rumahnya.

*******

What would you do if my heart was torn in two
More than words to show you feel
That your love for me is real
What would you say if I took those words away
Than you couldn’t make things new
Just by saying I love you
More than words

                  Disini aku sekarang. Terduduk di sebuah bangku café yang menjadi saksi bisu perjalanan cintaku dengan seorang Jeremmy Kim. Dengan sebuah Moccalatte hangat didepanku, aku menunggunya. Aku menunggu dia yang mengajakku untuk menemuinya malam ini. Setelah 15 menit menunggu, mataku menangkap siluet tubuhnya.
                 Dengan kemeja biru yang dibalut jas berwarna hitam, ia berjalan menghampiriku. Sudah 2 tahun lebih aku barsamanya, dan setiap hari melihat wajahnya. Namun, tak kutemukan perubahan sedikitpun. Wajahnya masih sama seperti dua tahun yang lalu, saat ia pertama kali mengatakan “I love you.” padaku. Ia masih tampan seperti dulu. Dan tentu saja, itu membuatku semakin mengaguminya.

          “Kau sudah lama menungguku?” sapanya dan sedetik kemudian ia mengecup pipiku singkat.
         “Tak ada kata lama untuk menunggumu. Selama apapun, aku akan tetap menunggumu.”jawabku lembut.
         “Hey, sejak kapan kau menjadi romantis seperti ini? Kata-katamu sangat membuatku tersanjung.” Nada bicaranya seperti mengejekku.
        “Kau tak usah mengejekku.” Aku mengerucutkan bibirku kesal. Ia sungguh membuatku sebal sekaligus malu.
       “Hahaha.. Sudahlah, aku sedang tak ingin bercanda malam ini.” ujarnya dengan memberhentikan tertawanya.
      “Kau yang memulai.” Sahutku.
     “Baiklah! Aku meminta maaf. Ehhmm,, Bee, ada yang ingin ku katakan padamu.” Kini ia berbicara dengan nada yang serius. Aku menatapnya seolah-olah sedang meminta kelanjutan kalimatnya.

          Kemudian, ia berjongkok menghadapku. Aku terlonjak kaget saat melihatnya bertingkah seperti itu. Apa yang akan ia lakukan? Apa ia ingin meminta maaf tentang kejadian tadi dengan berlutut seperti ini? Itu tak perlu kau lakukan. Aku sudah memaafkanmu.

           “Would you marry me?” ucapnya yang sontak membuatku membelalakkan kedua bola mataku. Ia mengeluarkan sebuah kotak kecil dari saku celananya. Cincin. Itu adalah cincin.
           “Saat di Korea, aku sudah meminta ijin pada orang tuamu, dan mereka menyetujui. Sekarang, aku sedang meminta ijin padamu untuk menjadi pendampingku seumur hidup. Aku ingin menjadikanmu sebagai sandaranku saatku lelah, sebagai penghiburku saatku terluka, dan sebagai penyemangatku saatku terpuruk. Aku ingin kau menjadi satu-satunya orang yang menyinggahi istana hatiku. Kau mau?” seketika air mataku menetes saat mendengar pernyataannya. Ini sungguh hal paling menyenangkan dalam sejarah hidupku. Aku tak bisa berkata-kata. Kurasakan ia menggenggam tanganku.
           “Jeanna Lee, would you marry me?” pintanya sekali lagi.
          “Aku mau! Aku mau menjadi sandaranmu saat kau lelah, aku mau menjadi penghiburmu saat kau terluka, aku mau menjadi penyemangatmu saat kau terpuruk, dan aku mau menjadi satu-satunya orang yang menyinggahi istana hatimu. Aku mau!” ku titah dia untuk berdiri.

         Dengan sigap ia merengkuhku dalam dekapannya. Hangat. Itulah yang kurasakan saat berada di dalam pelukannya. Setelah kita rasa puas dengan pelukan ini, kita melepasnya. Dan, dengan segera ia memakaikan cincin itu ke jari manisku. Aku dibuat bahagia oleh semua perlakuannya. Aku bahagia dengan semua ini. Aku bahagia karena memilikinya.


Tak cukup dengan sebuah kata untuk mengungkapkan rasa cintaku padamu. Bahkan, jutaan kata pun tak akan bisa menunjukkan besarnya cinta ini. Terima kasih untuk cinta yang kau berikan padaku. Ijinkan aku selalu menjaga cinta ini dan menjadikannya yang terakhir untukku. –Jeanna Lee-


FIN

Yeyeyeyey.. Alhamdulillah selesai juga. Maaf yah kalau banyak kata-kata yang masih salah. Saya hanya penulis amatir. Jadi, mohon dimaklumi.
Saya tak berhenti untuk mengingatkan,  JANGAN COPAS KARYA ORANG SEMBARANGAN . APALAGI SAMPAI MENJADI PLAGIATOR. KARENA CERITA INI MURNI DARI OTAK SAYA. Maaf untuk yang dapet tag gratis dariku.
RCL please…..

by : Sisilia kartika P S

Tidak ada komentar:

Posting Komentar